Kamis, Januari 01, 2009

Konsep Pembagian Wilayah di Madura

A. Teori Pembagian Wilayah
Pengertian dari suatu wilayah telah dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain Bintarto yang mendefinisikan wilayah sebagai permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dengan daerad sekitarnya. Menurut Paul Vidal de La Blache, wilayah adalah tempat tertentu yang didalamnya terdapat banyak sekali hal yang berbeda-beda, tetapi secara artifisial tergabung bersama-sama dan saling menyesuaikan untuk membentuk kebersamaan. Sedangkan menurut E.G.R. Taylor, suatu wilayah adalah suatu daerah tertentu di permukaan bumi yang dapat dibedakan dengan daerah sekitarnya /tetangganya atas dasar kenampakan karakteristik yang menyatu.
Wilayah merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi daerah (area) di muka bumi untuk berbagai tujuan. Konsep wilayah sangatlah penting untuk memahai dan menganalisis interaksi keruangan, gerakan orang, barang, dan jasa serta perubahan-perubahan yang terjadi sebagai hasil ineraksi antara manusia dengan alam. Suatu wilayah memiliki karakteristik tertentu atau memiliki kekhususan yang dapat dibedakan dengan daerah lain. Kekhususan ini dapat dilihat dari aspek fisik, aspek sosial budaya, ataupun perpaduan antara berbagai aspek yang dapat menjadikan wilayah tersebut memiliki homogenitas.
Adanya perbedaan karakteristik tertentu yang ada dalam suatu wilayah, permukaan bumi dapat dikelompokkan menjadi beberapa wilayah. Masing-masing wilayah mempunyai ciri khas yang berbeda dengan wilayah lainnya, yaitu:
 Berdasarkan aspek fisik, kekhususan wilayah dapat terjadi karena adanya perbedaan faktor alam, misalnya keterbatasan sumber daya alam.
 Berdasarkan aspek sosial budaya, kekhususan wilayah dapat disebabkan adanya faktor perbedaan manusia, misalnya kebudayaan dan penguasaan teknologi yang dimiliki manusia yang dapat menjadikan suatu wilayah menjadi lebih maju.
Masing-masing kekhususan wilayah ini merupakan pencerminan adanya perbedaan unit wilayah alamiah antara satu wilayah dan wilayah lainnya, atau merupakan pencerminan adanya kerja sama ekologis antara faktor fisik dan faktor manusia yang mempunyai aktifitas untuk mengelola lingkungan.
Konsep wilayah sebagai suatu metode pengklasifikasian dikembangkan melalui dua fase yang berbeda. Masing-masing fase menunjukkan perkembangan ekonomi wilayah tersebut dari daerah pertanian menjadi daerah industri.
 Wilayah Formal / Uniform Region
Wilayah formal adalah suatu wilayah yang dibentuk oleh adanya kesamaan kenampakan, termasuk didalamnya kenampakan fisik muka bumi, iklim, vegetasi, tanas, bentuk lahan, dan penggunaan lahan. Kesamaan / keseragaman dalam hal ini dapat bersifat fisik yaitu keseragaman wilayah dalam bentuk fisik dab dapat pula bersifat sosial ekonomi. Dapat bersifat fisik misalnya wilayah pegunungan dan wilayah dataran rendah . Dapat pula bersifat sosial ekonomi misalnya wilayah pertanian, wilayah kepadatan penduduk dan wilayah industri.
 Wilayah Fungsional / Fungsional Region
Wilayah fungsional adalah wilayah yang memiliki beberapa pusat kegiatan yang saling berhubungan. Pada umumnya wilayah fungsional terdiri dari bagian-bagian yang heterogen, seperti Jakarta dengan wilayah di bagian pinggirnya (dikenal dengan Jabodetabek), yang secara fisik berbeda tetapi secara fungsional saling berkaitan. Wilayah fungsional sering merujuk pada suatu wilayah nodal atau polarisasi yang membentuk suatu keragaman unit, seperti kota, kecamatan atau kelurahan yang secara fungsional saling berhubungan. Dalam konsep wilayah ini tercermin adanya suatu pola keseragaman dalam suatu wilayah. Wilayah fungsional menurut J.W. Alexander disebut nodal region. Batas wilayah nodal adalah sejauh wilayah tersebut mampu menarik daerah di sekitarnya sehingga tercipta interaksi yang maksimal
Suatu wilayah dapat dikelompokkan lagi menjadi beberapa wilayah yang lebih khusus, sebagai contoh: wilayah persawahan, wilayah permukiman, wilayah pengairan, atau wilayah industri. Pada dasarnya masing-masing wilayah itu mempunyai fungsi sendiri-sendiri dalam menunjang fungsi wilayahsecara keseluruhannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permukaan bumi dapat dibagi menjadi beberapa wilayah yang besar yang terdiri dari benua-benua. Dari masing-masing benua itu dapat dibagi lagi menjadi wilayah-wilayah tertentu, seperti wilayah gurun, hutan, pegunungan , wilayah iklim tropika, wilayah perkotaan, wilayah pedesaan. Kedua hal yang disebut terakhir ini ialah wilayah yang sudah bercampur dengan budidaya manusia dengan pengetahuan dan teknologinya. Di dalam tata kehidupan, fungsi wilayah dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok, yaitu:
1) Fungsi ekonomi yang berperan untuk melayani kebutuhan ekonomi penduduk (seperti wilayah pertanian, wilayah industri, wilayah pasar),
2) Fungsi sosial yang berperan untuk melayani kebutuhan sosial masyarakat (seperti wilayah pendidikan, kesehatan)
3) Fungsi politik yang berperan untuk pertahanan dan keamanan negara.
Dalam tata kehidupan nasional, ketiga fungsi menjadi satu kesatuan yang saling mengisi satu sama lain. Selain itu, perbedaan peran atau fungsi wilayah dapat menjelaskan terjadinya interaksi, yaitu saling kebergantungan dalam hubungan antara satu wilayah dengan wilayah lain.

B. Pembentukan Suatu Wilayah
Pembentukan suatu wilayah merujuk pada konsep urbanisme, konsep kepala suku (chiefdom), dan asal-usul kota. Konsep urbanisme tidak lebih dari pada integrasi sosial cultural masyarakat yang kemudian mempengaruhi struktur kota yang merupakan simbol dari pola masyarakat itu sendiri. Urbanisme merupakan konsep yang sudah ada sejak lima milenium sebagai suatu cara untuk menunjukkan seperangkat sifat yang dimiliki oleh sebagian besar kelompok tertentu dan biasanya lebih tersusun; pengelompokkan ciri-ciri pemukiman pada masa khusus yang menggambarkan perpindahan penduduk secara berkesinambungan.
1. Konsep Urbanisme
Upaya untuk menemukan definisi kota yang operasional akan sesuai bila konsep urban dibedakan menjadi dua, yaitu urbanisasi dan proses urban. Urbanisasi merupakan laju perubahan proporsi penduduk kota terhadap total populasi yang dapat merubah ukuran dan besar kota. Revolusi industri juga merubah kehidupan perdesaan menjadi perkotaan dan kota metropolitan menjadi megalopoli. Akhirnya, sebuah kota dapat dikatakan "raksasa" karena kemampuan menampung penduduk yang tinggi dan wilayah yang semakin meluas, namun hal tersebut menyebabkan berbagai masalah baru di perkotan.
Sedangkan proses urban merupakan hubungan antar kelompok yang saling berkaitan secara fungsional, perubahan kecenderungan yang paralel dengan cara peningkatan jumlah orang dalam masyarakat secara besar menjadi terlibat dalam masalah-masalah kota. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa masyarakat yang terurban tergolongkan menjadi urban secara spasial. Mereka terdiri dari penduduk kota yang sebenarnya, penduduk yang tinggal dalam kantong perkotaan, dan orang-orang desa yang telah terurbanisasi dan tinggal dalam istilah kota.tetapi tidak tinggal di dalam kota.
Untuk maksud analisis dan praktikal pada tingkat integrasi yang khusus dibedakan mejadi dua, yaitu urban imposition (adanya sifat pemaksaan) dan urban generation (adanya sifat turun-temurun). Urban imposition mengacu pada perluasan pola organisasi dan simbolik yang telah berkembang dalam satu wilayah menjadi yang lain. Proses Urban imposition merupakan suatu mode yang diikuti oleh pembentukan organisasi administrasi yang telah didesain untuk mempertahankan sistem nilai kekuasaan kolonial. Sedangkan urban generation menunjuk suatu diferensiasi lingkungan institusional yang otonom dan lebih maju, serta munculnya peranan dan kolektivitas yang terspesialisasi sebagai suatu respon terhadap tekanan internal kemasyarakatan yang terjadi pada sebuah wilayah. Proses ini menghasilkan suatu bentuk stratifikasi dalam masyarakat dan dianggap sebagai evolusi secara sistemik. Pengembangan masyarakat pada suatu tingkatan kompleksitas ditandai sebagai dengan adanya kejadian dari secara turun-temurun yang berkenaan dengan peraturan dan hirarki pemerintahan sebuah kota dan tidak satupun dari kultur eksternal yang mampu mempengaruhi pengembangannya.
2. Konsep Kepala suku (Chiefdom)
Konsep chiefdom menunjuk pada suatu sistem hubungan kepala suku sebagai penunjukan pada suatu tingkat integrasi yang baik antara rakyat yang secara relatif menjadi masyarakat kesukuan atau masyarakat urban yang kompleks. Konsep ini merupakan konsep yang luas, yang merupakan suatu hubungan kepala suku yang belum teratur dan sudah teratur. Kepala suku dibantu oleh dewan, pengadilan, atau kelompok yang berfungsi sebagai penasihat, sampai pada penguasa tertinggi yang seringkali seperti negara pada sesungguhnya. Ciri chiefdom tersebut juga terjadi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Kentalnya pemerintahan-pemerintahan yang bersifat kesukuan, seperti keraton-keraton tetap mewarnai kehidupan sosial di Jawa hingga sekarang. Contoh kasus yang diambil adalah keraton Surakarta Hadiningrat.

3. Konsep Asal-Usul Wilayah
Sampai kini usaha untuk memenuhi penjelasan munculnya negara atau gejala awal yang menyertai kota masih terus dicari. Asumsi kota timbul dapat dilihat dari sudut pola perdagangan, irigasi, produktivitas lahan, pertumbuhan penduduk, kompensasi dan koperasi atau kekuatan agama yang integratif. Menurut Flannery dalam Wheatly , masyarakat berdiri sebagai suatu sistem kehidupan kelas kemudian negara dianggap sebuah sistem yang memiliki kompleksitas yang sangat baik. Model ekotipe yang ia gunakan menciptakan sub system yang diatur oleh kontrol dari aparat yang menjaga seluruh variabel dalam jangkauan yang tepat. Pada seluruh tingkatan kontrol sosial, aparat membandingkan hasil nilai-nilai yang tidak hanya dengan tujuan yang sub sistem melainkan juga dengan nilai ideologi, tuntutan dewa dan spirit leluhur, proposisi agama dan etika.

C. Fakta Pulau Madura
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.250 km2. Pulau Madura dibagi menjadi 4 Kabupaten yaitu: kabupaten Bangkalan, kabupaten Sampang, kabupaten Pamekasan, dan kabupaten Sumenep. Pembagian wilayah ini didasari dari beberapa faktor diantaranya:
1. Faktor sejarah
Madura selama berabad-abad telah menjadi subordinat daerah kekuasaan yang berpusat di Jawa. Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti Kediri, Singasari, dan Majapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan oleh Mataram. Pada tahun 1100-1700, Madura terdiri dari kerajaan-kerajaan yang saling bersaingan, akan tetapi kerajaan-kerajaan tersebut bersatu dengan melaksanakan politik perkawinan. Diantaranya kerajaan-kerajaan tersebut adalah Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh VOC, kemudian oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pada saat pembagian provinsi pada tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa. Madura dengan berangsur-angsur menjadi bagian dari Kolonial Belanda sampai dengan masa pendudukan Bala Tentara Jepang.
Pulau Madura berstatus sebagai Karesidenan dalam Propinsi Jawa Timur setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada akhir tahun 1947, Madura diduduki kembali oleh Pemerintah Penjajah Belanda. Untuk memperkuat cengkramannya atas Pulau Madura, seperti halnya terhadap daerah lainnya di Indonesia yang didudukinya,pada tahun 1948 Pemerintah Penjajah Belanda membentuk Negara Madura dimana Madura dibagi menjadi 4 provinsi yaitu provinsi Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Status sebagai negara tersebut berlangsung sampai kurun waktu pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949-1950 oleh Belanda.Status Madura di dalam wadah RIS hanya berusia pendek, karena pada tahun 1950 itu juga Rakyat Madura telah membubarkan Parlemen dan Negara Madura, dan kembali bergabung dengan Republik Indonesia (kesatuan di Yogyakarta).
Karena kerajaan Arosbaya dan Blega bergabung menjadi kabupaten Bangkalan, sementara kerajaan Sampang, Pamekasan, dan Sumenep masing-masing menjadi kabupaten Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Maka dari itu sampai sekarang wilayah madura dibagi menjadi 4 kabupaten yaitu kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

2. Faktor fisik
Secara geologi, Pulau Madura memiliki keanekaragaman relief permukaan bumi yang cukup beragam yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan. Dari Madura bagian barat, relief yang dominan adalah dataran rendah dan semakin ke Timur relief madura yang dominan adalah berupa pegunungan-pegunungan yang terbentang di sebagian wilayah Madura. Di kabupaten Bangkalan daerahnya terdiri dari dataran rendah yang luas dan sedikit pegunungan. Dan di kabupaten Sampang daerahnya terdiri dari dataran rendah akan tetapi lebih tinggi dari kabupaten Bangkalan serta beberapa pegunungan. Kemudian di kabupaten Pamekasan juga terdiri dari dataran yang cukup tinggi dan banyak sekali pegunungan khususnya di daerah Pakong yaitu di bagian utara kabupaten Pamekasan. Sementara di kabupaten Sumenep juga banyak terdapat pegunungan terutama di daerah Pajudan yang kaya akan sumber daya alam berupa tanah yang subur serta keunggulan lainnya. Dari keadaan Madura yang seperti ini, kemudian pulau yang kita sebut dengan Madura ini dibagi menjadi 4 wilayah yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
3. Faktor bahasa
Dalam kesehariannya, masyarakat Madura berinteraksi satu dengan yang lainnya menggunakan bahasa Madura karena bahasa ini merupakan kebudayaan yang turun-temurun dari nenek moyang mereka untuk dilestarikan sebagai bahasa persatuan Madura. Meskipun Madura hanya memiliki satu bahasa yakni bahasa Madura, pulau ini masih kaya akan beberapa dialek dimana dialek antara satu wilayah dengan wilayah yang lain cukup berbeda seperti dialek Bangkalan, dialek Sampang, dialek Pamekasan, dialek Sumenep dan dialek Kangean. Seiring berjalannya waktu, dialek Kangean lama-lama terkikis oleh dialek Sumenep akibat banyaknya masyarakat Sumenep yang bertempat tinggal di pulau Kangean ini sehingga dialek ini hampir sama dengan dialek Sumenep. Dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep di masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Sedangkan dialek-dialek lainnya merupakan dialek rural yang lambat laun bercampur seiring dengan mobilisasi yang terjadi di kalangan masyarakat Madura.. Hal tersebut menandakan bahwa Madura memiliki keanekaragaman budaya berupa dialek sehingga Madura tidak dapat dibagi menjadi satu kabupaten saja. Kemudian masyarakat madura membagi Madura ini berdasarkan dialek ini dimana sebagai ciri khas tiap-tiap daerah di pulau Madura. Atas dasar itulah, Madura dibagi menjadi 4 wilayah yang kita sebut dengan Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
4. Faktor penduduk
Madura adalah suatu unit lingkungan sejarah yang cukup unik dan berbeda dengan wilayah geografis yang lain di Indonesia. Di Madura, sisi pengaruh berbagai kebijakan kolonial Belanda kurang menampakkan pengaruhnya: struktur desa dan kelompok strata sosial yang hidup di dalamnya, struktur birokrasi kolonial, dan juga penetrasi dagang kaum kapitalis Eropa. Gambaran ekologi fisik Madura yang dikenal gersang, bercurah hujan rendah, dan memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Pengaruhnya terlihat pada tatanan kepemukiman masyarakatnya.
Berbeda dengan masyarakat luar Madura yang memiliki pusat-pusat pemukiman di tiap desa, pemukiman penduduk di Madura lebih bersifat tersebar dalam kelompok-kelompok perdusunan kecil dengan hubungan keluarga sebagai faktor pengikatnya. Desa bukannya dibentuk oleh suatu kompleks pemukiman penduduk dan dikitari oleh persawahan. Hal ini membuat kontak sosial antar-warga menjadi cukup sulit, sehingga tidak aneh bila orang-orang di Madura relatif sulit membentuk solidaritas desa dan lebih didorong untuk memiliki rasa percaya diri yang bersifat individual. Ini berarti bahwa hubungan sosial lebih berpusat pada individu-individu, dengan keluarga inti (yang mendiami dusun-dusun kecil itu) sebagai unit dasarnya. Pada titik inilah peranan pemuka agama (kiai) menjadi penting, yakni sebagai perantara budaya masyarakat dengan dunia luar, termasuk juga dengan penguasa. Karena wilayah Madura ini terdiri dari kelompok-kelompok masyarakat yang bertempat tinggal secara tidak merata dan sulit membentuk solidaritas desa serta lebih didorong untuk memiliki rasa percaya diri yang bersifat individual inilah yang mengakibatkan penduduk Madura berinisiatif untuk membagi wilayah Madura menjadi beberapa bagian berdasarkan tingkat hal tersebut tadi. Berdasarkan hal itulah, penduduk Madura dibagi menjadi 4 wilayah yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
D. Pembagian Pulau Madura
Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Bangkalan ini terletak di ujung paling barat Pulau Madura, berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Sampang di timur, serta Selat Madura di selatan dan barat yang luasnya 1144,7 km dengan jumlah penduduk 773.987 jiwa (tahun 1995). Ibukotanya adalah Bangkalan. Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bangkalan. Penduduk di pesisir mamiliki mata pencaharian berupa bertani garam sedangkan di bagian tengah bertani jagung, padi dan salak.
Kabupaten Bangkalan asal mulanya berasal dari cerita masyarakat tentang Ke’ Lesap dimana pada saat berperang, Ke’ Lesap mati terbunuh sehingga disebut dengan bangka la’an yang berarti sudah mati
Tempat-tempat wisata yang ada di Bangkalan yaitu: Pantai Rongkang, Pantai Sambilangan, Bukit Geger, Kuburan Aermata. Penduduk
2. Kabupaten Sampang
Kabupaten Sampang ini terletak di bagian tengah Pulau Madura dan berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Pamekasan di timur, Selat Madura di selatan, serta Kabupaten Bangkalan di barat. Kabupaten Sampang terdiri dari 14 kecamatan dimana terdapat 180 Desa dan 6 Kelurahan yang luas wilayahnya mencapai 1152 km2 dengan jumlah penduduk 746.856 jiwa (tahun 1995).
Kabupaten Sampang asal mula berasal dari kisah perjalanan Ke’ Lesap pada waktu ingin mengembalikan tanah leluhurnya dari jajahan Belanda. Ketika dalam pejalanan, kebetulan daerah tersebut sedang dilanda banjir yang harus dilewati (esempange). Dari kata Sempang inilah kemudian menjadi Sampang.
Tempat-tempat wisata yang ada di Kabupaten Sampang yaitu Pulau Mandangin, Pantai Camplong, Kuburan Madegan, Waduk Klampis, Air terjun Toroan, Reruntuhan Raden Segoro dan hutan monyet Nepa, Reruntuhan Pababaran, Batu Ampar.
3. Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Pamekasan terletak di bagian tengah Pulau Madura dan berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Madura di selatan, Kabupaten Sampang di barat, dan Kabupaten Sumenep di timur. Kabupaten Pamekasan terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Pamekasan. Kabupaten ini memiliki luas 732,85 km2 dengan jumlah penduduk 667.881 jiwa (tahun 1995).
Kabupaten Pamekasan (berasal dari kata mekkas yaitu nasihat). Istilah Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Tempat-tempat wisata di Kabupaten Pamekasan antara lain Pantai Talang Siring, Pantai Jumiang, Api abadi, dan Batu Ampar.
4. Kabupaten Sumenep
Kabupaten Sumenep ini terletak di ujung timur Pulau Madura memiliki batas-batas sebagai berikut, Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Madura, Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan, Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa / Laut Flores. Kabupaten ini memiliki 26 kecamatan dengan luas 1857,59 km2 dengan jumlah penduduk 960.301 jiwa (tahun 1995). Ibu kotanya ialah Kota Sumenep. Selain terdiri wilayah daratan juga terdiri dari kepulauan yang berjumlah 126 pulau
Sumenep berasal dari bahasa Madura yaitu Songènèb yang dikenal karena wilayah ini merupakan tempat melepas leleh (menginap) sehingga disebut dengan Sumenep. Kabupaten Sumenep memiliki sebuah keraton keluarga kerajaan Madura, Cakraningrat. Pulau yang paling utara adalah Pulau Karamian yang terletak di Kecamatan Masalembu dan pulau yang paling Timur adalah Pulau Sakala.
Tempat-tempat rekreasi yang ada antara lain Pantai Lombang yang terkenal dengan hamparan pasir putihnya dan Gunung Pajudan yang didalamnya terdapat pertapaan Potre Koneng serta banyak tempat-tempat lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar